KLASIFIKASI DAN JENIS MANFAAT SUMBER DAYA HUTAN
Dosen Penanggung Jawab :
Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si
Disusun Oleh:
Agung Kurniawan 171201057
HUT 4 D
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
KLASIFIKASI DAN JENIS MANFAAT SUMBER DAYA HUTAN
Hutan merupakan suatu wilayah yang mana menjadi tempat
tumbuhnya pohon- pohon dan jenis tanaman yang lain. Pengertian hutan tidak
hanya berhenti sesederhana itu. Hutan juga bisa dikatakan sebagai ekosistem
yang mejadi tempat hidup dan berinteraksi bagi hewan maupun tumbuh- tumbuhan.
Hutan terdiri dari tiga bagian utama, yakni bagian atas, bagian permukaan tanah
dan bagian di bawah tanah. Di bagian atas hutan terdapat kanopi alami yakni
dedaunan pohon yang tumbuh lembat. Di permukaan tanah hutan terdapat guguran
daun- daun kering serta ditumbuhi semak- semak dan rerumputan. Sedangkan di
bagian bawah tanah hutan terdapat unsur hara, akar tanaman, sumber mata air dan
juga dihuni mikroorganisme.
Hutan bisa ditemukan di wilayah dengan iklim tropis,
dataran rendah dan juga dataran tinggi (baca : Jenis Jenis Hutan Berdasarkan
Iklim). Terdapat berbagai jenis hutan diantaranya adalah hutan gugur, hutan sabana, hutan heterogen, hutan homogen, hutan mangrove, hutan buatan dan hutan hujan tropis. Indonesia sebagai negara yang berada di garis
khatulistiwa mempunyai hutan hujan tropis yang selalu lembab sepanjang tahun. Keanekaragaman hayati yang berada di dalam hutan hujan tropis sangatlah
tinggi. Hal ini menjadi potensi sumber daya alam tersendiri bagi Indonesia.
Sumber
daya hutan dan kehutanan mendapat perhatian tersendiri dalam pembicaraan
mengenai Manajemen Sumber Daya Alam atau Ekonomi Sumber Daya Alam. Hal ini
disebabkan oleh karena hutan, di samping mempunyai karakteristik biologis, juga
mempunyai ciri ekonomi khusus yang akan mempengaruhi kebijakan pengelolaan
hutan.
Sumbangan bidang kehutanan bagi
perekonomian Indonesia secara sederhana dapat dilihat dari nilai ekspor
Indonesia pada dasawarsa 1980-an dan 1990-an yang menduduki peringkat kedua di
bawah ekspor migas. Dalam skala yang lebih kecil, akan lebih nyata dapat
dibuktikan bahwa sumber daya hutan masih menjadi sandaran utama perekonomian
sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama masyarakat marginal.
Jika dilihat dari aspek biologisnya,
hutan memainkan peranan yang jauh lebih penting, karena keberadaannya dapat
dikatakan mempengaruhi hampir segala aspek kehidupan manusia. Apalagi hutan
tropika sebagaimana yang ada di Indonesia, sudah diakui banyak ilmuwan
mempunyai fungsi sebagai paru-paru dunia. Dalam hal ini, hutan dikatakan
mempunyai peranan yang berdampak ekologik, seperti perlindungan Daerah Aliran
Sungai (DAS), konservasi ekologi, dan sumber plasmanutfah dan keanekaragaman
hayati dan lain-lain. Konsep pengelolaan sumber daya hutan harus diarahkan pada
tercapainya keseimbangan antara penggunaan dan pengembangan hutan.
Pada akhir dekade 1980-an, hutan
tropis Indonesia tercatat sebagai yang ketiga terluas di dunia setelah Brazil
dan Zaire. Namun kondisi hutan Indonesia saat ini sudah sangat menurun
potensinya karena “kultur pengelolaan” yang sangat tidak layak. Hal yang sama
juga terjadi pada kebanyakan negara-negara yang sedang berkembang. Sebaliknya,
pengelolaan hutan secara benar yang berasaskan pada kelestarian alam dan
kelestarian usaha, telah membuat penutupan vegetasi hutan dunia semakin
bergeser kepada negara-negara maju yang pada umumnya beriklim sedang dan
dingin. Kondisi ini akan semakin menurunkan daya saing negara-negara sedang
berkembang yang sebagian besar masih mengandalkan perekonomiannya pada
pemanfaatan sumber daya hutannya.
Untuk cakupan kehutanan Indonesia,
statistik yang menunjukkan terjadinya penyusutan jumlah areal hutan
(deforestation) dapat dilihat dalam Tabel 8.1 dan 8.2 yang masing-masing
menggambarkan kondisi tahun 1984 dan 2000. Secara keseluruhan, kita dapat
melihat penyusutan luas areal kawasan berhutan Indonesia dari 113,43 juta
hektar menjadi 82,92 juta hektar. Dari kenyataan ini, sejak tahun 2004
pemerintah telah berusaha untuk meredefinisi ulang tata-guna kawasan untuk
areal kehutanan melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kehutanan (RPJPK). Potensi
sumber daya hutan dapat berupa kayu dan non kayu. Berikut penjelasannya.
Kayu
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa hutan ditumbuhi oleh pepohonan
berkayu. Potensi hutan berupa kayu ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan
bangunan, bahan baku kertas, bahan baku industri meubel dan lain sebagainya
(baca : Pemanfaatan
Hutan). Setidaknya terdapat 4000 jenis kayu yang keberadaannya
tersebar di nusantara. Lebih dari 250 jenis kayu tersebut merupakan kayu dengan
nilai ekonomis yang cukup tinggi. Diantara jenis – jenis kayu tersebut adalah :
·
Kayu jati
Potensi hutan berupa kayu yang pertama adalah kayu jati. Nama latin dari
pohon yang menghasilkan jenis kayu ini adalah Tectona grandis. Pohon
jati tumbuh di hutan buatan maupun hutan alami yang memiliki curah hujan
berkisar antara 1.500 sampai 2000 mm per tahun. Jati dapat tumbuh di dataran
tinggi maupun dataran rendah yang tidak digenangi air. Persebaran hutan jati di
nusantara meliputi beberapa daerah seperti Pulau Jawa, Nusa Tenggara dan Bali.
Di Pulau Jawa sendiri, persebaran jati paling banyak terdapat di Jawa Tengah
dan Jawa Timur.
Kayu jati memiliki tekstur yang keras dan awet karena terdapat minyak di
dalamnya. Hal ini membuat kayu jati banyak dimanfaatkan sebagai bahan untuk
membuat interior rumah. Selain sebagai interior rumah, kayu jati juga digunakan
sebagai atap dan tiang penyangga rumah- rumah tradisional jawa. Kayu jati
yang sudah diolah juga bisa dimanfaatkan untuk membuat kapal dan konstruksi
jembatan. Semua manfaat yang bisa diperoleh dari kayu jati membuat kayu ini
memiliki nilai ekonomis yang tinggi. (baca juga : Pemanfaatan
Sumber Daya Alam)
·
Kayu meranti
Kayu meranti terkenal di kalangan pertukangan dan perdagangan kayu.
Terdapat berbagai jenis pohon meranti yang diantaranya adalah meranti hitam
batang, balangeran, tengkawang gunung, dan meranti buaya bukit. Jenis- jenis
pohon meranti tersebut menghasilkan kayu meranti merah. Persebarannya meliputi
hutan- hutan di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Kayu meranti sering dimanfaatkan
sebagai kayu konsrtuksi, penyekat ruangan dalam bangunan, bahan pembuatan
meubel dan berbagai interior dalam rumah. Selain menghasilkan kayu, pohon
meranti juga menghasilkan resin, yaitu sejenis getah yang keluar dari batang
pohon. Resin ini selanjutnya akan dibahas dalam potensi hutan non kayu.
·
Kayu cendana
Kayu cendana dihasilkan dari pohon dengan nama latin Santalum
album yang ditemukan di Nusa Tenggara Timur. Meski demikian,
persebaran cendana sekarang sudah meliputi hutan- hutan di daerah Jawa dan
keseluruhan Nusa Tenggara. Kayu cendana ini sudah menjadi barang langka
sehingga harganya menjadi begitu mahal. Kayu cendana memiliki aroma yang wangi.
Itulah nilai lebih dari kayu cendana dibandiingkan jenis kayu lainnya.
Pemanfaatan kayu cendana diantaranya adalah sebagai bahan pembuatan dupa &
aroma terapi, sebagai campuran parfum, serta bahan pembuatan sarung keris.
·
Kayu akasia
Akasia memiliki nama latin Acacia mangium. Kayu akasia
banyak ditemukan di hutan- hutan Jawa Barat. Pada awalnya, kayu akasia
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kertas. Banyak pabrik kertas yang mencari
pohon akasia dengan usia berkisar antara 3 sampai 5 tahun. Perkembangan
selanjutnya, kayu akasia juga digunakan sebaga bahan baku pembuatan furnitur.
Hal ini membuat permintaan kayu akasia oleh industri meubel maupun kertas
semakin meningkat.
Non Kayu
Meskipun potensi hutan dominan dengan kayu, tetapi ada juga potensi lain
dari hutan yang tak kalah bermanfaat (baca : Manfaat Hutan).
Potensi hutan ini juga termasuk dalam sumber daya alam
biotik yang dapat terus diperbaharui (baca juga : Contoh Sumber
Daya Alam yang Dapat Diperbaharui). Beberapa hasil hutan non kayu
adalah madu, buah- buahan, jamur, damar, rotan, sagu, sutera dan lain
sebagainya. Berikut adalah penjelasan singkat dari masing- masing contoh
potensi hutan non kayu.
- Buah- buahan – Terdapat berbagai jenis buah- buahan yang bisa diperoleh dari hutan. Diantara buah- buahan yang bisa ditemukan di hutan adalah buah durian, buah bery, buah kaktus pir berduri, jambu monyet, buah ara, markisa, buah keramu dan lain sebagainya.
- Madu – Cairan kental yang diperoleh dari sarang lebah ini kaya akan manfaat. Madu
asli hutan biasanya dijadikan obat herbal dan memiliki nilai ekonomis yang
tinggi.
- Karet – Potensi hutan non kayu yang satu ini sebenarnya adalah getah dari pohon
yang biasa kita sebut pohon karet. Penghasil karet ini sebetulnya adalah para
atau Hevea brasillensis. Nilai ekonomis karet juga tergolong
tinggi karena karet banyak digunakan diberbagai industri seperti industri
pembuatan ban.
- Rempah- rempah – Jenis rempah- rempah yang dihasilkan hutan diantaranya adalah kayu manis, pala, cengkih dan vanila. Hutan di Maluku banyak menghasilkan rempah- rempah yang sering diperdagangkan sejak zaman dahulu. Karena rempah- rempah ini lah dulu Indonesia menjadi negara tujuan penjajahan Portugis dan Belanda.
- Rotan – Batang rotan mempunyai panjang puluhan meter dan banyak dimanfaatkan untuk membuat interior rumah. Sebelum diolah, rotan harus dibersihkan terlebih dahulu karena rotan mempunyai pelepah yang berduri. Sebagian besar rotan di Indonesia dihasilkan dari hutan yang berada di daerah Sumatera, Jwa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara.
- Sagu – Potensi hutan non kayu yang berbentuk tepung ini berasal dari proses pengolahan batang pohon sagu. Penduduk Indonesia bagian timur menjadikan sagu sebagai bahan makanan pokok. Masyarakat Maluku dan Papua biasanya memanen sagu dari hutan kemudian mengolahnya menjadi masakan bernama papeda.
Fungsi dan Peranan Hutan
Definisi hutan secara komprehensif dapat kita
temui dalam UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyebutkan bahwa Hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisah-kan. Dalam peran ekologisnya, secara
umum hutan dapat dipandang memiliki fungsi-fungsi sebagai:
- Habitat
kehidupan liar
- Penghasil
kayu bakar, kayu gergajian dan produk kertas
- Tempat
rekreasi
- Penting
dalam daur ulang global untuk air, oksigen, karbon, dan nitrogen.Ekosistem hutan mencerminkan cadangan CO2 paling penting di seluruh dunia.
- Menyerap,
menahan, dan melepas secara perlahan siklus air sehingga mengurangi erosi dan
banjir (fungsi hidro-orologis).
Sedangkan untuk keperluan
pengelolaan hutan di Indonesia, hutan dibedakan menjadi empat menurut fungsi
bio-ekonominya :
1. Hutan Lindung: adalah kawasan hutan yang
berfungsi untuk mengatur tata-air, mencegah banjir dan erosi, serta
mempertahankan kesuburan tanah.
2. Hutan Suaka Alam: adalah kawasan hutan
yang karena sifatnya yang khas secara khusus diperuntukkan bagi perlindungan
dan pelestarian sumber daya plasma nutfah dan penyangga kehidupan.
3. Hutan Wisata: adalah kawasan hutan
yang diperuntukkan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan
wisata, pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan.
4. Hutan produksi adalah kawasan hutan
yang diperuntukkan guna memproduksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan
masyarakat, industri, dan ekspor. Untuk keperluan pengusahaan ini, dikenal
adanya 3 macam hutan produksi, yakni Hutan Produksi Tetap, Hutan Produksi
Terbatas, dan Hutan Konversi.
Secara
sederhana, Undang-Undang Kehutanan menyatakan bahwa fungsi pokok hutan ada 3,
yakni: konservasi, lindung, dan produksi. Klasifikasi tipe-tipe hutan yang
dibuat oleh beberapa ahli agak sedikit berbeda-beda, namun pada dasarnya
merupakan impli-kasi dari tiga fungsi pokok tersebut.
Kondisi Umum Kehutanan Indonesia Dalam
20 tahun mendatang hutan dan kehutanan Indonesia akan menghadapi tantangan yang
kian besar. Pesatnya pertambahan penduduk, meningkatnya kebutuhan lahan dan
komsumsi kayu untuk pembangunan dan perumahan, persaingan global dalam industri
kehutanan dan dinamika kehidupan masyarakat akan akses terhadap sumber daya
hutan merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh sektor kehutanan dalam masa
– masa mendatang. Dari sudut sumber daya hutan sampai dengan akhir tahun 2004
pemerintah telah mengakui (klaim) hutan negara seluas 120,35 juta ha. Tetapi
dari luasan tersebut Menteri Kehutanan baru menunjuk seluas 109,9 juta ha.
Kawasan hutan tersebut terdiri dari hutan konservasi seluas 23,24 juta ha,
hutan lindung seluas 29,1 juta ha, hutan produksi terbatas seluas 16,21 juta
ha, hutan produksi seluas 27,74 juta ha, dan hutan produksi yang dapat
dikonversi seluas 13,67 juta Ha.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian,
hutan dan perairan Indonesia memiliki kekayaan alam hayati yang tinggi,
tercermin dengan keanekaragaman jenis satwa dan flora. Sejauh ini kekayaan
tersebut diindikasikan dengan jumlah mamalia 515 jenis (12 % dari jenis mamalia
dunia), 511 jenis reptilia (7,3 % dari jenis reptilia dunia), 1.531 jenis
burung (17 % jenis burung dunia), 270 jenis amphibi, 2.827 jenis binatang tak
bertulang, dan 38.000 jenis tumbuhan. Populasi dan distribusi kekayaan tersebut
saat ini mengalami penurunan sebagai akibat pemanfaatan sumberdaya hutan (SDH)
yang kurang bijaksana antara lain: pemanfaatan yang berlebihan, perubahan
peruntukan kawasan hutan (legal dan ilegal), bencana alam, dan kebakaran hutan.
Sebagai contoh kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1997/1998 tercatat
seluas 5,2 juta Ha.
Sampai dengan tahun 2002 tercatat luas
kawasan hutan yang terdegradasi seluas 59,7 juta ha, sedangkan lahan kritis di
dalam dan di luar kawasan hutan tercatat seluas 42,1 juta ha. Sebagian dari
lahan tersebut berada pada daerah aliran sungai (DAS) yang diprioritaskan untuk
direhabilitasi. Sampai dengan tahun 2004, pemerintah telah memprioritaskan 458
DAS, diantaranya 282 merupakan prioritas I dan II. Pemerintah telah menetapkan
perlindungan terhadap 57 jenis tumbuhan dan 236 jenis satwa yang terancam punah
dengan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan
dan Satwa. Dalam upaya menangani perdagangan tumbuhan dan satwa yang mendekati
kepunahan, Indonesia telah menandatangani konvensi CITES dan mendaftarkan
sejumlah 1.104 jenis tumbuhan dan sejumlah 614 jenis satwa dalam appendix I dan
II.
Dalam rangka mempertahankan ekosistem
dan keanekaragaman hayatinya, sampai dengan tahun 2004 Pemerintah telah
menetapkan kawasan konservasi daratan yaitu: 44 unit Taman Nasional (TN), 104
unit Taman Wisata Alam (TWA), 17 unit Taman Hutan Raya (TAHURA), 14 unit Taman
Buru (TB), 214 unit Cagar Alam (CA), dan 63 unit Suaka Margasatwa (SM).
Sedangkan wilayah konservasi laut telah ditetapkan: 6 unit TN, 9 unit CA, 6
unit SM, 18 unit TWA. Pada tataran global, selain aktif di CITES, Indonesia
meratifikasi dan terlibat aktif dalam UNCCC, Kyoto Protocol, UNCBD, UNCCD,
Konvensi RAMSAR dan World Heritage. Selain itu Indonesia juga berperan aktif
dalam committee on forest (COFO)/FAO, ITTO dan UNFF serta
kesepakatan-kesepakatan lain yang bersifat global dan regional.
Di sisi kependudukan sensus BPS tahun
2003, mengindikasikan jumlah penduduk Indonesia mencapai 220 juta orang. CIFOR
(2004) dan BPS (2000) menggambarkan bahwa kurang lebih 48,8 juta diantaranya
tinggal di sekitar kawasan hutan dan sekitar 10,2 juta diantaranya tergolong
kategori miskin. Penduduk yang bermata pencaharian langsung dari hutan sekitar
6 juta orang dan sebanyak 3,4 juta orang di antaranya bekerja di sektor swasta
kehutanan. Secara tradisi, pada umumnya masyarakat tersebut memiliki mata
pencaharian dengan memanfaatkan produk-produk hutan, baik kayu maupun bukan
kayu (al. rotan, damar,.gaharu, lebah madu). Keadaan pendidikan dan kesehatan
penduduk sekitar hutan pada umumnya tidak sebaik di perkotaan. Akses terhadap
fasilitas tersebut di atas dapat dikatakan rendah. Seiring dengan kondisi
tersebut, sanitasi perumahan dan lingkungan masih kurang memadai. Dengan
mening-katnya jumlah dan kepadatan penduduk di dalam dan sekitar kawasan hutan,
kondisi kualitas sosial penduduk di sekitar hutan secara umum menurun.
Upaya untuk meningkatkan kondisi
sosial masyarakat di dalam dan sekitar hutan, telah dilakukan pemerintah antara
lain melalui: Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) oleh 169 pemegang HPH (di
luar jawa), Pengelolaan Hutan Bersama Masya-rakat (PHBM) oleh Perum Perhutani
(di Jawa), serta Hutan Kemasyarakatan (HKm). Pada tahun 2003 tercatat
pelaksanaan PMDH sebanyak 267 desa (20.542 KK), dan HKm seluas 50.644 ha.
Program Social Forestry telah dicanangkan Presiden pada 2 Juli 2003 di
Palangkaraya. Program ini dimaksudkan memberi kesempatan kepada masya-rakat
setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam pengelolaan sumber daya
hutan. Sampai saat ini telah dilaksanakan fasilitasi kelembagaan berupa
pembentukan kelompok usaha produktif dan penyusunan rencana kegiatan antar
sektor pada wilayah 7 provinsi.
Pemanfaatan hutan secara komersial
terutama di hutan alam, yang dimulai sejak tahun 1967, telah menempatkan
kehutanan sebagai penggerak perekonomian nasional. Indonesia telah berhasil
merebut pasar ekspor kayu tropis dunia yang diawali dengan ekspor log, kayu
kergajian, kayu lapis, dan produk kayu lainnya. Selama 1992 – 1997 tercatat
devisa sebesar US$ 16.0 milyar, dengan kontribusi terhadap PDB termasuk
industri kehutanan rata-rata sebesar 3,5 %. Pada tahun 2003 ekspor kehutanan
secara resmi dilaporkan sejumlah US$ 6,6 milyar atau sekitar 13,7 % dari nilai seluruh
ekspor non migas. Ekspor tersebut terdiri dari kayu lapis, kayu gergajian, dan
kayu olahan sebesar US$ 2,8 milyar, pulp and paper sebesar US$ 2,4 milyar dan
furnitur sebesar US$ 1,1 milyar dan sisanya berasal dari kayu olahan lain.
Tetapi menurut perkiraan, karena tak tercatat semuanya jumlah tersebut dapat
mencapai lebih dari US$ 8,0 milyar.
Sungguhpun demikian masa keemasan
industri kehutanan mulai tahun 1990 mengalami penurunan. Hal tersebut
digambarkan antara lain dengan penurunan jumlah unit pengusahaan hutan (HPH)
dari 560 unit (tahun 1990) dengan ijin produksi 27 juta m3 , menjadi 270 unit
HPH (tahun 2002) dengan ijin produksi 23,8 juta m3 . Penurunan berlanjut pada
tahun 2003 dengan ijin produksi 6,8 juta m3 dan tahun 2004 dengan ijin produksi
5,8 juta m3 . Pemanfataan hutan dari tahun 1989 sampai dengan 2003 juga
menunjukkan penurunan baik luasan areal dan jumlah unit pengusahaannya. Jumlah
unit pengusahaan hutan pada tahun 2003 tercatat 267 unit atau menurun sebesar
52,1 % dibandingkan pada tahun 1989. Jumlah industri pengolahan kayu sampai
dengan tahun 2003 tercatat total mencapai 1881 unit dengan rincian: 1.618 unit
sawmill dengan kapasitas 11,048 juta m3 ; 107 unit Plymill dengan kapasitas
9,43 juta m3 ; 6 unit industri pulpmill dengan kapasitas 3,98 juta m3 , 78
industri blockboard dengan kapasitas 2,08 juta m 3 ; dan 73 unit industri
pengolahan kayu lainnya dengan kapasitas 3,15 juta m3 .
Walaupun demikian penurunan kontribusi
industri kehutanan diimbangi dengan peningkatan hasil hutan bukan kayu.
Kontribusi hasil hutan bukan kayu (rotan, arang dan damar) tahun 1999 tercatat
US$ 8,4 juta dan pada tahun 2002 meningkat menjadi US$ 19,74 juta. Sedangkan
kontribusi perdagangan satwa dan tumbuhan pada tahun 1999 sebesar US$ 61,3
ribu, meningkat tajam menjadi US$ 3,34 juta pada tahun 2003. Pembangunan Hutan
Tanaman Industri (HTI) juga menunjukkan angka yang menjanji-kan walaupun proses
pelaksanaannya relatif lambat. Mulai tahun 1989 sampai dengan tahun 2003
tercatat sebanyak 96 unit HTI yang diberi ijin areal seluas 5,4 juta ha. Tetapi
sampai dengan Tahun 2004 realisasi penanaman HTI tercatat hanya 3,12 juta ha.
Pada tahun 2000, penyerapan tenaga
kerja pada sektor kehutanan mulai dari penanaman, pemanfaatan sampai dengan
industri tercatat 3.092.470 orang, dengan rata-rata pendapatan pekerja di HPH
sebesar Rp. 7,3 juta/tahun/orang, dan untuk di industri Rp. 3,3
juta/tahun/orang. Dari sisi sumber daya manusia pengelola kehutanan, sampai
dengan tahun 2004 jumlah pegawai Departemen Kehutanan tercatat sebesar 14.875
orang yang terdiri dari 3.392 orang pegawai pusat dan 11.483 orang pegawai UPT.
Berdasarkan tingkat pendidikan hampir 70% pegawai tersebut berpendidikan
Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan 43% di
antaranya berusia antara 37-46 tahun. Berdasarkan golongan kepangkatan pegawai
sebesar 54% berstatus golongan I dan II, sedangkan secara gender jumlah pegawai
wanita lebih sedikit dibanding laki-laki baik di pusat maupun di daerah.
Keadaan sumber daya pengelola kehutanan saat ini baik dari kualitas maupun
kuantitas sangat tidak sepadan dengan tantangan yang akan dihadapi oleh sektor
kehutanan di masa mendatang, sehingga perbaikan terhadap bidang ini sangat
diperlukan dan mendesak.
Berdasarkan gambaran tersebut di atas
sekalipun banyak bidang dalam sektor kehutanan yang perlu perbaikan mendesak,
secara umum pembangunan kehutanan sejauh ini memiliki kontribusi yang besar
terhadap pembangunan wilayah. Hal ini ditunjukkan dengan terbukanya
wilayah-wilayah terpencil melalui ketersedian jalan HPH bagi masyarakat di
dalam dan sekitar hutan, bertambahnya kesempatan kerja, peningkatan pendapatan
pemerintah daerah dan masyarakat.
Pengelolaan Sumber Daya
Hutan
Pengelolaan
sumber daya hutan diartikan secara sederhana oleh U.S. Forest Service sebagai
pemanenan hutan melalui tebang pilih, tebangan bayangan, tebangan pohon benih
atau tebang habis. Dengan kata lain, kegiatan pengelolaan hutan yang berasaskan
pada kelestarian sebagian besar menitikberatkan pada praktek penebangan (pemanenan)
yang benar. Sedangkan Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
menggunakan istilah Pengurusan Hutan untuk menggambarkan manajemen sumber daya
hutan. Pengurusan hutan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat.
Pengurusan ini meliputi kegiatan-kegiatan:
-
Perencanaan
kehutanan
-
Pengelolaan
hutan
- Penelitian
dan pengambangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan
-
Pengawasan
Keempat kegiatan yang dimaksud di atas, pada
dasarnya dapat dipandang sebagai penjabaran fungsi-fungsi manajemen pada
pengelolaan sumber daya alam hutan.
Perencanaan Kehutanan
Sesuai
dengan UU No 41 tahun 1999, perencanaan kehutanan dimaksudkan untuk memberikan
pedoman dan arah yang menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 undang-undang tersebut yang meru-pakan visi
pembangunan kehutanan, yakni: Terwujudnya Penyelenggaraan Kehutanan Untuk
Menjamin Kelestarian Hutan dan Peningkatan Kemakmuran Rakyat. Sedangkan misi
yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut adalah:
- Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional.
- Mengoptimalkan aneka fungsi hutan dan ekosistem perairan yang meliputi fungsi konservasi, lindung dan produksi kayu, non kayu dan jasa lingkungan untuk mencapai manfaat lingkungan sosial, budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari.
- Meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS)
- Mendorong peran serta masyarakat.
- Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
- Memantapkan koordinasi antara pusat dan daerah.
Selanjutnya dikatakan bahwa
perencanaan kehutanan harus dilaksanakan secara transparan, bertanggung-gugat,
partisipatif, terpadu, serta memperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah.
Perencanaan kehutanan sebagaimana yang dimaksud di atas, meliputi
kegiatan-kegiatan:
a) Inventarisasi hutan
b)
Pengukuhan
kawasan hutan
c) Penatagunaan kawasan hutan
d) Pembentukan wilayah pengelolaan hutan
e) Penyusunan rencana kehutanan
Rencana kehutanan sebagaimana dimaksud
dalam butir ke-5 di atas disusun menurut jangka waktu perencanaan, skala
geogafis, dan menurut fungsi pokok kawasan hutan.
Pengelolaan Hutan
Sesuai dengan terminologi manajemen di
bidang kehutanan, yang dimaksudkan dengan pengelolaan hutan menurut UU No 41
tahun 1999 jelas merupakan penjabaran dari fungsi pengorganisasian dan
pelaksanaan (implementasi). Pengelolaan hutan tersebut meliputi
kegiatan-kegiatan:
a.
tata
hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,
b.
pemanfaatan
hutan dan penggunaan kawasan hutan,
c.
rehabilitasi
dan reklamasi hutan, dan
d.
perlindungan
hutan dan konservasi alam.
Tata hutan dilaksanakan dalam rangka
pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang
lebih optimal dan lestari. Kegiatan penataan hutan meliputi pembagian kawasan
hutan dalam blok-blok berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi dan rencana
pemanfaatan hutan. Blok-blok tersebut dibagi pada petak-petak atas dasar
intensitas dan efisiensi pengelolaannya. Berdasarkan blok-blok dan petak-petak
tersebut maka disusunlah rencana pengelolaan hutan untuk jangka waktu tertentu.
Pemanfaatan kawasan hutan dapat
dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona
inti dan zona rimba pada taman nasional. Dalam rangka pemberdayaan ekonomi
masyarakat, setiap badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan
badan usaha milik swasta Indonesia yang memperoleh izin usaha pemanfaatan jasa
lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, saat ini
diwajibkan bekerja sama dengan koperasi masyarakat setempat. Usaha pemanfaatan
hasil hutan meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan,
dan pemasaran hasil hutan. Pemanenan dan pengolahan hasil hutan ini tidak boleh
melebihi daya dukung hutan secara lestari.
Rehabilitasi hutan dan lahan
dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan
lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung
sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Rehabilitasi hutan dan lahan
diselenggarakan melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, pemeliharaan,
pengayaan tanaman, dan penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan
sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak produktif. Sedangkan reklamasi hutan
meliputi usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi
hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan
peruntukannya.
Kegiatan pengelolaan kehutanan yang
terakhir merupakan penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam yang
bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung,
fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari.
Menurut Pasal 47 Undang-Undang No 41 tahun 1999, perlindungan hutan dan kawasan
hutan merupakan usaha untuk:
a.
Mencegah
dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan
oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta
penyakit.
b.
Mempertahankan
dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan
hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan
pengelolaan hutan.
REFERENSI
- Badan Planologi Kehutanan – Dephut, 3 September 2005, Pemanfaatan Lahan Berdasarkan Penunjukan TGHK, download situs di Internet.
- BIO 317 – Conservation of Wildlife Resource, 1 September 2005, Lecture Notes 6 Forests, download situs di Internet.
- Departemen Kehutanan, 3 September 2005, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, download situs resmi di Internet.
- Manik, Karden Eddy Sontang, 2004, Pengelolaan Lingkungan Hidup, Penerbit PT. Djambatan, Jakarta.
- Masyarakat Perhutanan Indonesia, 3 September 2005, Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kehutanan, download situs di Internet.
- Reksohadiprodjo, Sukanto, dan Pradono, 1998, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi, BPFE – UGM, Yogyakarta.