Rabu, 16 Oktober 2019

JERNANG, RESIN POTENSIAL YANG TERLUPAKAN

Resin jernang (dragon’s blood) adalah resin berwarna merah yang berasal dari genus Dracaena (Dracaenaceae), Daemonorops (Aracaceae), Croton (Euphorbiaceae), dan Pterocarpus (Fabaceae). Jika  pemanfaatan rotan pada umumnya adalah bagian batangnya, maka pemanfaatan jernang adalah resin yang terdapat pada buahnya yang hanya dihasilkan dari individu betina mempunyai harga jual bekisar antara Rp. 700.000,- sampai Rp. 900.000,-.
Gambar 1. Rotan penghasil jernang
Rotan jernang memerlukan curah hujan 1.000 – 1.500 mm per tahun,  sebab jika curah hujan di atas 2.000 mm per tahun dapat menghambat  pembungaan. Rotan ada yang berbatang tunggal dan ada yang berbatang lebih dari satu membentuk rumpun. Ciri ini sangat stabil untuk satu jenis. Dari segi ekonomisnya, ciri ini dapat dipakai sebagai dasar penentuan jenis mana yang dapat dipanen satu kali dan jenis yang dapat dipanen berulang.
Jernang yang berasal dari beberapa jenis rotan (Daemonorops) adalah resin hasil sekresi buah rotan jernang dan resin menempel pada bagian luar kulit buah. Jernang jenis ini hanya terdapat di Indonesia dan semenanjung Malaysia. Beberapa jenis rotan penghasil jernang antara lain Daemonorops draco BL.; D. draconcellus Becc.; D. mattanensis Becc.; D. micrantus Becc.; D. motleyi Becc.; D. propinquess Becc.; D. rubber BL.; D. sabut Becc.; D. micracanthus Becc.: D. didymophylla Becc.; D. melanochaetes Blume.; D. longipes Mart.; dan lain-lain . Salah satu teknik sederhana untuk mendapatkan resin jernang dari jenis rotan yang biasa dilakukan oleh masyarakat suku anak dalam di Jambi yaitu menumbuk buah rotan segar sehingga resin yang menempel pada bagian luar buah terlepas/terpisah. Untuk mendapatkan resin jernang tersebut dilakukan ekstraksi.

Jernang adalah resin merah tua, yang telah digunakan sebagai obat tradisional yang terkenal sejak zaman kuno oleh banyak budaya sebagai antiseptik, merangsang sirkulasi darah, anti mikroba, anti virus, anti tumor, obat luka, diare, patah tulang, kencing nanah, luka bakar ringan dan lain-lain. Darah naga dari Daemonorops juga digunakan untuk upacara di India. Resin Daemonorops, digunakan di Cina sebagai merah pernis untuk perabotan kayu. Resin-resin ini digunakan untuk mewarnai spanduk dan poster, digunakan terutama untuk pernikahan dan Tahun Baru Cina. Resin merah ini juga digunakan sebagai pigmen dalam cat, meningkatkan warna pada batu mulia dan pewarnaan pada kaca, marrmer dan  kayu untuk biola Italia.
Jernang termasuk kedalam kelompok resin keras yaitu padatan yang mengkilat, bening, atau kusam, rapuh, meleleh bila dipanaskan dan mudah terbakar dengan mengeluarkan asap dan bau yang khas. Jernang berwarna merah, berbentuk , berat jenis (BJ) berkisar antara 1,18-1,20, bilangan asam rendah, bilangan ester sekitar 140, titik cair sekitar 120 C, larut dalam alhohol, eter, minyak lemak dan minyak atsiri, sebagian larut dalam kloroform, etil asetat, petroleum spiritus dan karbon disulfide serta tidak larut dalam air.
Gambar 2. Resin Jernang
            Pendapatan dari pemungutan rotan jernang masih relatif kecil, sehingga  hanya bersifat sebagai jaring pengaman (safety net). Namun seringkali HHBK tidak dapat diandalkan karena bersifat musiman, sehingga tidak mampu menjadi solusi untuk mengurangi kemiskinan yang terjadi pada masyarakat sekitar hutan. HHBK ini tidak dapat memberikan keadilan yang merata kepada semua orang apabila tidak dilakukan upaya penyadaran kepada masyarakat ditingkat lokal untuk turut serta menjaga kelestarian HHBK tersebut.
Menurut Kementerian Kehutanan (2014), Harga jual getah jernang sangat  dipengaruhi oleh nilai tukar dolar AS, karena merupakan produk ekspor. Harga  getah jernang di tingkat petani di pasaran lokal berkisar antara Rp. 400.000 800.000 per kg, sedangkan di pasaran luar negeri seperti di Singapura, harga getah dikenakan sebesar US $ 300 per kg dengan tujuan negara ekspor adalah China,  Korea, Jepang, Amerika Serikat dan beberapa Negara di Eropa.
Kegunaan jernang dalam industri yaitu sebagai bahan pewarna vernis, keramik, marmer, alat dari batu, kayu, rotan, bambu, kertas, cat dan sebagainya. Namun, jernang telah digunakan sebagai obat tradisional sejak beberapa abad yang lalu sebagai antiseptik, merangsang sirkulasi darah, antimikroba, antivirus, antitumor, obat luka, dan lain-lain.
Manfaat ekologis dari rotan jernang yaitu terjaganya kondisi hutan karena untuk tumbuh rotan jernang mensyaratkan adanya pohon rambatan. Selain itu rotan jernang juga memiliki manfaat dalam menjaga kondisi tanah di sekitar sempadan sungai sehingga rotan jernang juga banyak ditemui di dekat aliran sungai.

A. Cara Pemanenan Jernang
Pemanenan buah rotan jernang baru dapat dilakukan setelah tanaman jernang berumur 6-7 tahun. Pemanenan dapat dilakukan dua kali dalam satu tahun. Panen pertama disebut musim panen agung atau panen raya pada bulan Juni dan panen kedua disebut sebagai panen selang pada bulan Desember. Buah yang dipanen adalah buah yang masak karena buahnya lebih tebal dan kadar lulun (getah atau resin) lebih tinggi. Jernang berpotensi ditemukan didalam hutan maupun hutan lindung, semakin banyak orang mengetahui manfaat jernang semakin banyak pula orang memanen jernang tanpa melihat kelestariannya.
Teknik untuk mendapatkan resin jernang bermacam-macam bergantung dari jenis pohon penghasilnya. Untuk jenis Dracaena, Croton, dan Pterocarpus dilakukan dengan teknik penyadapan pada bagian batang. Ada beberapa pohon dengan genus yang sama, tetapi teknik mendapatkan resin jernang berbeda, seperti jenis Dracaena cinnabari Balf.f. dengan penyadapan. Sementara itu, jenis Dracaena cochinchinensis (Lour.) S.C. dan Dracaena cambodiana Pierre ex Gagnep asal Tiongkok dilakukan dengan cara menginduksi jamur Fusarium proliferatum pada bagian batang atau daun sehingga bagian tersebut terinfeksi jamur dan menghasilkan resin jernang. Teknik ekstraksi buah rotan jernang merupakan kegiatan untuk mendapatkan resin jernang. Ekstraksi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu ekstraksi kering dan basah.

1. Ekstraksi Kering 
Teknik ekstraksi kering dilakukan dengan cara menumbuk buah rotan jernang segar seperti pada Gambar (4) . Rendemen resin yang dihasilkan sebesar 7−8%
Gambar 3. Kiri (A) jernang sebelum ekstraksi. Kanan (B) jernang setelah ekstraksi
Gambar 4. Teknik ekstraksi kering
2. Teknik Ekstraksi Basah 
Teknik ekstraksi basah menggunakan air dan terdiri atas 2 cara yaitu:

aBuah rotan jernang dijemur hingga kering, selanjutnya ditumbuk untuk memudahkan memisahkan kulit dan biji rotan. Kulit buah rotan dimasukkan dalam wadah yang berisi air dan diaduk atau diremas-remas hingga resin larut dalam air. Selanjutnya, air disaring menggunakan saringan dari karung anyaman plastik. Air saringan ditempatkan dalam wadah dan dibiarkan hingga resin jernang mengendap sempurna (Gambar 3). Rendemen yang dihasilkan berkisar 12%.
Gambar 5. Teknik ekstraksi basah
Keterangan: A = ekstraksi menggunakan air B = proses penyaringan C = proses penjemuran

 bBuah rotan dimasukkan dalam wadah berbentuk silider yang telah berisi air, selanjutnya silider tersebut diputar hingga resin larut sempurna dalam air. Setelah resin larut sempurna, air disaring dan air hasil saringan ditempatkan pada suatu wadah agar resin mengendap. Endapan resin dipisahkan dari air dan dijemur. Rendemen resin yang dihasilkan berkisar 12%.
Gambar 6. alat ekstraksi jernang
B. Ekstraksi Resin Jernang
Ekstraksi resin jernang dengan pelarut organik dilakukan untuk mendapatkan ekstrak resin yang berpotensi sebagai penyembuh luka. Ekstrak jernang dengan pelarut etil asetat dapat berfungsi sebagai bahan penyembuh luka. Ekstraksi dilakukan sesuai diagram alir pada gambar dibawah
Gambar 7. Diagram alir ekstraksi resin jernang
C. Pembuatan Matriks Serat Nano ( Nanofibers )
Matriks serat nano digunakan sebagai media ekstrak etil asetat jernang yang berfungsi sebagai obat penyembuh luka. Pembuatan matriks serat nano (nanofibers) dengan cara melarutkan bahan polimer PVDF (Polyvinylidene Fluoride) sebanyak 4 gram dengan pelarut N.N. Dimetyl acetamide sebanyak 20 ml (1:5 b/v). Larutan polimer yang telah larut sempurna didiamkan sedikitnya 6 jam hingga larutan tampak bening, selanjutnya larutan dimasukkan ke alat electrospinning untuk membuat matriks yang tersusun dari serat berukuran nano.
Gambar 8. Pembuatan matriks serat nano dengan alat electrospinning
D. Matriks Serat Nano sebagai Media Ekstrak Jernang
Ekstrak jernang dilarutkan dengan pelarut etil asetat menjadi larutan berkonsentrasi 5%, selanjutnya larutan ekstrak tersebut diteteskan pada matriks serat nano hingga merata. Matriks yang telah ditetesi larutan dibiarkan hingga kering (etil asetat menguap sempurna). Hasil SEM matriks serat nano disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. SEM matriks serat nano (nano fibers)
E. Kinerja
Penggunaan matriks serat nano yang berisi ekstrak jernang digunakan sebagai obat penyembuh luka dan telah dicoba pada kelinci dengan hasil seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata persentase luas penutupan luka
Tabel 1.











Keterangan: Nitrofurazone adalah salep antimikroba untuk anti infeksi kulit
= Persentase penutupan luka setelah hari ke-6 (Desu et al. 2011)
c = Persentase penutupan luka setelah hari ke-12 (Desu et al. 2011)
*  = ada perbedaan antara perlakuan dan kontrol
Berdasarkan Tabel 1, ekstrak etil asetat jernang dapat menyembuhkan luka/menutup luka lebih cepat dibanding menggunakan Nitrofurazone, yaitu salep antimikroba untuk antiinfeksi pada kulit. Di samping itu, penggunaan ekstrak jernang juga tidak menimbulkan iritasi pada kulit.

F. Rekomendasi
Ekstrak jernang dengan pelarut etil asetat dapat digunakan sebagai obat penyembuh luka dan tidak menimbulkan iritasi pada kulit. Hal ini merupakan salah satu manfaat lebih dari jernang di mana selama ini jernang hanya digunakan sebagai bahan pewarna alami dan diekspor berupa bahan mentah. Di samping manfaat tersebut, perlu adanya penelitian lebih lanjut kemungkinan-kemungkinan manfaat lain dari jernang.

16 komentar: